"Ale
Sad."
Waduh. Ada apa nih pikir saya mendengar jawaban si anak lanang ini. Ale pun mengoceh dengan "bahasanya sendiri" yang keluar dari mulutnya memang semacam gumaman, tapi beberapa kata sudah terdengar jelas seperti, "Miss sema", "mawah = marah", "Maskew=masker". Saya pun hanya mengangguk dan mendengarkan ceritanya dengan seksama walaupun untuk menerjemahkan ke dalam bahasa yang baik di perlukan tenaga ekstra.
"Salah satu
parameter anak yang cerdas emosi adalah bisa mengenali emosi, khususnya emosi
yang di rasakannya. Anak akan terbiasa mengungkapkan perasannya lalu berkembang
lebih kompleks seiring bertambahnya usia.
(https://id.theasianparent.com/kecerdasan-emosional-anak)
Mengajak anak
mengenal emosi memang susah-susah gampang. Sebagai orang tua alangkah baiknya
kita berperan aktif dan memiliki segudang ide kreatif. Apalagi Ale berada di
usia yang lagi aktif banget. Malah terkadang dia acuh saja saat di beritahu.
Oleh karena itu saya menggunakan beberapa trik seperti di bawah ini:
Bermain tebak mimik wajah
Trik yang saya gunakan adalah menggunakan
ekspresi dan mimik wajah. Saat menunjukan wajah sedih, ekspresi saya akan
berpura-pura sedih. Saat menunjukkan
wajah takut, wajah saya di bikin seberkerut mungkin (duh, percuma deh skinkeran
tiap hari :-D). Ketika menunjukan wajah happy, maka saya akan tersenyum selebar
mungkin dengan tangan di topang ke dagu khas Cherrybelle. Tugas Ale adalah
menebak mimik muka saya saat itu. Begitu terus saya ulang setiap hari. Di
kesempatan lain, saya menyebutkan nama emosi kemudian Ale akan memperagakannya sesuai
kemampuannya. Usahakan mainnya saat si
kecil lagi bagus moodnya .
Mengaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari
Ketika Ale
melakukan sesuatu dan membuat saya kesal seperti menumpahkan minuman atau tidak
mau merapikan mainannya, saya menyebut emosi saya sendiri. ”Ale kalau tidak di
rapikan mainannya, ibu jadi sad.” Diulang terus bersamaan kegiatan di rumah
dengan bermacam jenis nama emosi. Di saat tertentu Ale pun akhirnya bisa
menyebut emosinya dengan cepat, semisal di marahi oleh saya dan merasa kesal, ia
akan melipat tangannya di dada dan dengan lantang bilang, ”Aye angry!”
Bertanya tentang perasaannya hari ini atau setelah terjadi sesuatu.
Saya selalu
bertanya tentang perasaannya seusai sekolah, jika menghadapi penolakan dari
temannya, atau setelah di marahi ayah
atau ibu. Setiap kejadian yang dia alami hari itu akan menjadi sebuah cerita
baginya. Dimulai dengan hal sederhana, Ale habis di belikan mainan paw patrol
favoritnya. Ia berjingkrak kegirangan dan bilang, ”Aye happy, Paw Patrol aye.”
Memang terdengar membosankan jika harus bertanya setiap hari, tapi kembali lagi
ke sisi kreatif orang tua mulai dari cara bertanya yang menyenangkan atau
bercerita dulu tentang hal lain baru lah bertanya ke titik masalahnya..
Kelihatannya
sepele ya, ngapain sih anak harus belajar kayak gitu, ribet, ntar juga
lama-lama dia tahu kalau hatinya lagi sedih. Bilang sedih. Lagi marah, ya
bilang marah. Gaya kepengasuhan memang rentan di komentari oleh orang lain. Menurut
pendapat pribadi saya, kalau si kecil sudah bisa menggambarkan emosinya
sendiri, mengenali penyebab emosinya timbul, ketika dewasa dan menjalani kehidupan yang
rumit dan penuh konflik dia bisa mengelola emosinya dengan baik. Mudah
berempati terhadap orang lain dan lingkungannya.
Sebagai orang tua
kita berusaha menanamkan yang terbaik untuk masa depan si kecil, oleh karena
itu mumpung daya serap si kecil lagi bagus-bagusnya yuk kita berikan ilmu dan
pengetahuan kita yang terbaik untuk dia.
Sumber :Kecerdasan Emosi Anak
6 Komentar
Semangat untuk terus belajar ya..Ale..
Oh iya..anak temenku di Bantung jual mainan anak berupa karakter, agar anak bisa mengungkapkan emosinya sambil belajar.
Kereen Mbak..